TAMAN GUNUNG
GEDE PANGRANGO
Kawasan Gunung Gede dan Gunung Pangrango
sesungguhnya telah dikenal lama dalam dongeng dan legenda tanahSunda.
Salah satunya, naskah perjalanan Bujangga Manik dari sekitar abad-13 telah
menyebut-nyebut tempat bernamaPuncak dan Bukit Ageung (yakni, Gunung Gede) yang disebutnya sebagai "..hulu
wano na Pakuan" (tempat yang tertinggi diPakuan). Agaknya, pada masa itu telah ada
jalan kuno antara Bogor (d/h Pakuan) dengan Cianjur, yang melintasi lereng utara G.
Gede di sekitar Cipanas sekarang.
Pada masa penjajahan Belanda wilayah
yang subur ini kemudian tumbuh menjadi area pertanian, terutama perkebunan. Sedini tahun 1728 teh Jepang telah
mulai ditanam, dan pada 1835 perkebunan teh ini telah dikembangkan di Ciawi dan
Cikopo. Menyusul pada 1878 dikembangkan teh
Assam, yang terlebih sukses lagi, sehingga mengubah lansekap dan
perekonomian di seputar lereng Gede-Pangrango.
Kawasan Gede-Pangrango juga dikenal
sebagai salah satu tempat favorit dan tertua, bagi penelitian-penelitian
tentang alam di Indonesia. Menurut catatan modern, orang pertama yang
menginjakkan kaki di puncak Gede adalah Reinwardt,
pendiri dan direktur pertama Kebun Raya Bogor, yang mendaki G. Gede pada
April 1819. Ia meneliti dan menulis deskripsi vegetasidi bagian gunung yang lebih tinggi
hingga ke puncak. Reinwardt sebetulnya juga menyebutkan, bahwa Horsfield telah mendaki gunung ini lebih dahulu
daripadanya; akan tetapi catatan perjalanan Horsfield ini tidak dapat ditemukan.
Dua tahun kemudian, melalui
sehelai surat yang dikirimkan dari Buitenzorg (sekarang Bogor)
pada awal Agustus 1821, Kuhldan van Hasselt menyebutkan bahwa mereka baru saja
menyelesaikan pendakian dan penelitian ke puncak Pangrango. Kedua peneliti muda
itu menemukan banyak jejak dan jalur lintasan badak jawa di sana; bahkan mereka menggunakannya
untuk memudahkan menembus hutan menuju puncak G. Pangrango. Delapan belas tahun
kemudian Junghuhn mendaki
ke puncak Pangrango pada bulan Maret 1839, dan juga ke puncak Gede dan wilayah
sekitarnya pada bulan-bulan berikutnya, untuk mempelajari topografi, geologi, meteorologi, serta botani tetumbuhan
di daerah ini. Sejak masa itu,
tidak lagi terhitung banyaknya peneliti yang telah mengunjungi kawasan ini
hingga sekarang, baik yang tinggal lama maupun yang sekedar singgah dalam
kunjungan singkat.
Banyaknya peneliti yang
berkunjung ke tempat ini tak bisa dilepaskan dari kekayaan dan keindahan alam
di Gunung Gede-Pangrango, dan awalnya juga oleh keberadaan Kebun Raya Cibodas;
yang semula --ketika dibangun pada 1830 olehTeijsman--
sebetulnya dimaksudkan sebagai kebun aklimatisasi bagi tanaman-tanaman yang
potensial untuk dikembangkan dalam perkebunan. Kebun, yang kemudian
dikembangkan menjadi kebun raya (lk. 1870), ini menyediakan tempat
menginap yang cukup baik, sarana penelitian, serta catatan-catatan dan
informasi dasar yang terus bertumbuh mengenai keadaan lingkungan dan hutan di
sekitarnya. Pada tahun 1889, atas usulan Treub, sebidang hutan pegunungan seluas 240
hektare di atas kebun raya tersebut hingga ke wilayah sekitar Air Panas ditetapkan
sebagai cagar alam oleh Pemerintah Hindia Belanda. Inilah cagar alam dan kawasan konservasi ragam hayati yang pertama didirikan di Indonesia. Belakangan,
pada 1926, cagar alam ini diperluas hingga mencakup puncak-puncak gunung Gede
dan Pangrango, dengan luas total 1.200 ha.
Bersama dengan meningkatnya
kesadaran mengenai pentingnya lingkungan hidup, pada tahun 1978 Pemerintah
Indonesia menetapkan Cagar Alam (CA) Gunung Gede Pangrango seluas 14.000 ha,
melingkup kedua puncak gunung beserta tutupan hutan di lereng-lerengnya.
Kemudian pada 6 Maret 1980 cagar alam ini digabungkan dengan beberapa suaka
alam yang berdekatan dan ditingkatkan statusnya menjadi Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango --satu dari lima taman nasionalyang pertama di Indonesia,
dengan luas keseluruhan 15.196 ha. Dan akhirnya, melalui Surat Keputusan
Menteri Kehutanan nomor 174/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni 2003 tentang Penunjukan dan Perubahan Fungsi
Kawasan Cagar Alam, Taman Wisata Alam, Hutan Produksi Tetap dan Hutan Produksi
terbatas pada Kelompok Hutan Gunung Gede Pangrango, kawasan TN Gunung Gede
Pangrango memperoleh tambahan area seluas 7.655,03 ha dari Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, sehingga total
luasannya kini menjadi 22.851,03 ha.