My Music

Kamis, 15 Oktober 2015

Peranan Sosial Mahasiswa dan Pemuda di Masyarakat

(Pemuda dan Sosialisasi)

Mahasiswa adalah kelompok pelajar yang bisa dikatakan sebagai golongan terdidik, karena mampu untuk mengenyam pendidikan tinggi, di saat sebagian yang lain dalam usia yang sama masih bergelut dengan kemiskinan dan keterbatasan biaya dalam mengakses pendidikan, terutama pendidikan tinggi. Predikat tersebut tentulah dapat disinonimkan bahwa mahasiswa merupakan kaum intelektual, yang mempunyai basis keilmuan yang kuat sesuai dengan jurusan yang diambil masing-masing mahasiswa, yang berarti kemampuan akademik mahasiswa dapat diandalkan sebagai salah satu asset negara ini. Tetapi, mahasiswa juga merupakan sebuah entitas social yang selalu berinteraksi dengan masyarakat dari segala jenis lapisan, sehingga dalam hal ini mahasiswa pun dituntut untuk memainkan peran aktif dalam kehidupan social kemasyarakatan. Pada masa 1990 sampai 2000-an demonstrasi masih marak di berbagai tempat. Pada masa itu mahasiswa dan pemuda menyebutkan dirinya sebagai Gerakan Moral. Sedangkan pada mahasiswa yang lain gerakan mahasiswa menyebutkan dirinya sebagai gerakan Politik. Mahasiswa menjadi pecah dan terkadang pragmatis, tidak menjadi rahasia umum lagi mahasiswa dibayar untuk berdemonstrasi. Peranan sosial mahasiswa dan pemuda di masyarakat, kurang lebih sama dengan peran warga yang lainnnya di masyarakat. Pada saatnya nanti sewaktu mahasiswa lulus kuliah, ia akan mencari kerja dan menempuh kehidupan yang relatif sama dengan warga yang lain.
Dasar Pemikiran neoliberalisme “pasar adalah tuan dan negara adalah pelayan” salah satu contoh yang paling baru mengenai kekalahan negara/pemerintah terhadap pasar adalah harga minyak yang naik. Paradigma pasar mengubah cara berpikir dan persepsi masyarakat. Dominasi kapitalisme memutarbalikkan hubungan antara masyarakat (sosial) dan Pasar (ekonomi) (Polanyi, 1957). Pada awal beroperasinya kapitalisme, pasar merupakan bagian dari masyarakat. Operasionaliasi norma-norma pasar berakar dan dibatasi norma sosial, kultural, dan politik. Masyarakat merupakan pemegang kunci dalam hubungan sosial dan ekconomi. Tapi ketika kapitalisme mendominasi, keberadaan pasar telah berbalik 180 derajat, masyarakatlah yang menjadi bagian dari pasar. kehidupan sehari-hari pun direduksi menjadi bisnis dan pasar. Dampak langsung yang bisa dirasakan semenjak kenaikan BBM tahun 2005 antara lain terjadi inflasi, daya beli masyarakat menurun, kesehatan masyarakat menurun (kekurangan gizi), angka anak putus sekolah (drop out), angka kematian anak, pengangguran dan kemiskinan meningkat, sehingga munculnya kerentanan sosial. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan kemungkinan terjadinya generasi yang hilang (the lost generation) ungkapan yang telah nyaris menjadi klise, jika persoalan anak dan orang muda tidak dapat diatasi dengan baik khususnya di sektor Gizi dan kesehatan serta pendidikan, maka kita akan kehilangan sebuah generasi. Kehilangan generasi mempunyai implikasi yang luas mereka mungkin tidak akan mampu menyisakan pendapatannya untuk memperbaiki kesejahteraanya sendiri hingga lingkaran setan pun terjadi karena Gizi yang rendah, prestasi sekolah yang pas-pasan, kemungkinan anak akan drop- out dan harus mempertahan kan hidup dan pengangguran.
Secara tidak sadar namun perlahan tapi pasti, para generasi muda dihinggapi dengan idiologi baru dan perilaku umum yang mendidik mereka menjadi bermental instan dan bermental bos. Pemuda menjadi malas bekerja dan malas mengatasi kesulitan, hambatan dan proses pembelajaran tidak diutamakan sehingga etos kerja jadi lemah. Sarana tempat hiburan tumbuh pesat bak “jamur di musim hujan” arena billyard, playstation, atau arena hiburan ketangkasan lainnya, hanyalah tempat bagi anak-anak dan generasi muda membuang waktu secara percuma karena menarik perhatian dan waktu mereka yang semestinya diisi dengan lebih banyak untuk belajar, membaca buku di perpustakaan, berorganisasi atau mengisi waktu dengan kegiatan yang lebih positif. Peran pemuda yang seperti ini adalah peran sebagai konsumen saja, pemuda dan mahasiswa berperan sebagai “penikmat” bukan yang berkontemplasi (pencipta karya). Dapat ditambahkan disini persoalan NARKOBA yang dominan terjadi di kalangan generasi muda yang memunculkan kehancuran besar bagi bangsa Indonesia.
Masyarakat membutuhkan peran sertapemuda untuk kemajuan bersama.
Pemuda adalah tulang punggung masyarakat. Generasi tua memilki keterbatasan untuk memajukan bangsa. Generasi muda harus mengambil peranan yang menentukan dalam hal ini. Dengan semangat menyala-nyala dan tekad yang membaja serta visi dan kemauan untuk menerima perubahan yang dinamis pemuda menjadi motor bagi pembangunan masyarakat. Sejarah membuktikan, bahwa perubahan hampir selalu dimotori oleh kalangan muda. Sumpah Pemuda, Proklamasi, Pemberantasan PKI, lahirnya orde baru, bahkan peristiwa turunnya diktator Soeharto dari singgasana kepresidenan seluruhnya dimotori oleh kaum muda. kaum muda pula yang selalu memberikan umpan balik yang kritis terhadap pongahnya kekuasaan.
Sudah 60 tahun lebih bangsa Indonesia merdeka, sistem pendidikan telah dibaharui agar mampu menjawab berbagai perubahan diseputaran kehidupan umat manusia. Tetapi selesai kuliah barisan penganggur berderet-deret. Para penganggur dan setengah penganggur yang tinggi merupakan pemborosan-pemborosan sumber daya, mereka menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan yang dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal dan penghambat pembangunan dalam jangka panjang.

Sumber :

·         http://cahyamenethil.wordpress.com/2010/11/09/sosialisasi-dan-pemuda/. Diakses : 14 Oktober 2015
·         http://pemuda-dan-sosialisasi.blogspot.co.id/. Diakses : 14 Oktober 2015

·         http://ajinovyanw.blogspot.co.id/2011/10/bab-4.html. Diakses : 14 Oktober 2015

Rabu, 14 Oktober 2015

Fenomena Perpindahan Penduduk Dari Desa Menuju Kota-Kota Besar di Indonesia

(Individu, Keluarga, Dan Masyarakat)

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar 237.641.326 juta jiwa, menjadikan negara ini negara dengan penduduk terbanyak ke-4 di dunia. Jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah sehingga diproyeksikan pada tahun 2015 penduduk Indonesia berjumlah 255 juta jiwa hingga mencapai 305 juta jiwa pada tahun 2035. Pulau Jawa merupakan salah satu daerah terpadat di Indonesia.
Timbulnya perpindahan penduduk dari desa ke kota disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor pendorong dari desa dan faktor penarik dari kota. Kota-kota yang menjadi tujuan para penduduk sebagian besar adalah Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan dikarenakan kota-kota tersebut pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonominya sangat pesat. Selain itu, keempat kota tersebut juga merupakan empat kota terbesar di Indonesia. Besarnya pendatang di sekitar Kota Yogyakarta, Solo, dan Denpasar dikarenakan ketiga kota tersebut berfungsi sebagai kota pendidikan, kebudayaan, dan pariwisata dalam skala internasional. Selain itu, sebagian besar ibukota provinsi di Indonesia juga menjadi lokasi yang cukup banyak dituju oleh para pendatang. Hal tersebut dikarenakan ibukota provinsi merupakan pusat dari  kegiatan pemerintahan, perekonomian, dan pelayanan jasa dalam skala provinsi.
Fenomena perpindahan penduduk yang dialami oleh kota-kota besar di Indonesia adalah kesalahan dari para perencana pembangunan yang lebih banyak mengonsentrasikan pembangunan ekonomi pada kawasan perkotaan daripada pengembangan sektor pertanian di pedesaan, dengan alasan pembangunan ekonomi perkotaan mampu memajukan perekonomian negara. Padahal, masyarakat di Indonesia masih bergantung pada sektor pertanian. Urbanisasi di Indonesia paling banyak terjadi setelah musim lebaran, dimana para pendatang yang mudik pada saat lebaran, mengajak sanak keluarga atau tetangganya di kampung halaman untuk ikut berhijrah ke kota besar. Selain itu, para pemudik biasanya menceritakan kehidupan di kota-kota besar. Ketika ke kampung halaman, para pemudik juga kerap membawa oleh-oleh berupa uang yang banyak dan barang yang bagus, sehingga membuat banyak masyarakat perdesaan dan kota-kota kecil semakin tertarik untuk hijrah ke kota-kota besar.
Ada beberapa dampak yang ditimbulkan akibat perpindahan penduduk ke kota-kota besar yang diantaranya adalah pertumbuhan jumlah kendaraan yang sangat cepat (yang diakibatkan oleh semakin bertambahnya jumlah penduduk di kota-kota besar) dan lambatnya pertambahan infrastruktur jalan dan kendaraan umum, membuat arus lalu lintas semakin padat. Terutama ketika masyarakat mulai berangkat kerja dan sekolah pada saat pagi hari dan saat pulang dari aktivitas tersebut ketika sore dan malam hari. Derasnya arus perpindahan penduduk yang tak diimbangi dengan kemampuan kota besar  dalam menyediakan lapangan pekerjaan formal serta keahlian para pendatang itu sendiri, membuat sebagian pendatang cukup kesulitan dalam memperoleh pekerjaan yang layak. Sehingga sebagian dari mereka menganggur dan yang lainnya hanya bisa memperoleh pekerjaan nonformal dengan penghasilan yang tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari. Seperti tukang becak, pembantu rumah tangga, pedagang asongan, pedagang kaki lima, pengemis, pengamen, pemulung, gelandangan, dan lain-lain. Bahkan, tak sedikit dari mereka yang melakukan tindak kriminal yang meresahkan masyarakat. Seperti pencopetan, pencurian, dan perampokan.
Selain dampak negatif ada juga dampak positif yang ditimbulkan akibat perpindahan penduduk ke kota-kota besar yaitu mengubah cara berpikir masyarakat. Yang mana masyarakat pedesaan dalam bertingkah laku dan mengambil tindakan selama ini, biasanya lebih didasarkan pada nilai dan norma yang berlaku di pedesaan. Masyarakat pedesaan yang merantau ke kota-kota besar, dalam mengambil tindakan dan bertingkah laku, akan lebih banyak didasarkan pada rasio (logika). Masyarakat yang merantau ke kota-kota besar masing-masing membawa berbagai macam kebudayaan. Termasuk kuliner maupun cinderamata khasnya. Apabila para perantau di kota besar tersebut menjual kuliner dan cinderamata khas daerah asalnya, bukan tidak mungkin masyarakat luas akan semakin mengenal daerah tersebut.
Ada beberapa solusi yang bias diterapkan untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh perpindahan penduduk. Program pemberdayaan masyarakat desa juga termasuk salah satu upaya untuk mengurangi laju urbanisasi. Program tersebut sesungguhnya telah dilakukan oleh pemerintah saat ini, salah satu contohnya adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan). PNPM Mandiri Perdesaan diresmikan pada tahun 2007 dan menjadi program pemberdayaan masyarakat terbesar di tanah air. Sasaran dari program tersebut adalah masyarakat miskin di pedesaan. Pembiayaannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan dana pinjaman/hibah dari luar negeri. Dampak dari adanya program pemberdayaan masyarakat desa antara lain: kesempatan usaha dan lapangan pekerjaan di perdesaan semakin luas; belanja rumah tangga di perdesaan semakin meningkat; akses menuju ke kota, pusat pelayanan jasa, dan sumber air bersih semakin mudah; serta kaum perempuan semakin berdaya sehingga laju perpindahan penduduk bisa ditekan.

Sumber :

·         https://id.wikipedia.org/wiki/Demografi_Indonesia. Diakses : 13 Oktober 2015

·         https://id.wikipedia.org/wiki/Urbanisasi. Diakses : 13 Oktober 2015

Senin, 12 Oktober 2015

Alat Musik Tradisional Dari Tanah Sunda Yang Telah Mendunia

(Penduduk, Masyarakat, Dan Kebudayaan)

Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Dictionary of the Sunda Language karya Jonathan Rigg, yang diterbitkan pada tahun 1862 di Batavia, menuliskan bahwa angklung adalah alat musik yang terbuat dari pipa-pipa bambu, yang dipotong ujung-ujungnya, menyerupai pipa-pipa dalam suatu organ, dan diikat bersama dalam suatu bingkai, digetarkan untuk menghasilkan bunyi. Angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO sejak November 2010.
Catatan mengenai angklung sudah ada sejak masa Kerajaan Sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16). Masyarakat Baduy, sebagai masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman padi. Permainan angklung gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur.
Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (awi wulung) dan bambu putih (awi temen). Tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk bilah (wilahan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar. Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya dimainkan oleh anak- anak pada waktu itu.
Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama angklung. Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan permainan angklung. Terutama pada penyajian Angklung yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan sebagainya.
Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana. Bahkan, sejak 1966, Udjo Ngalagena tokoh angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog, salendro, dan madenda mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas.

Sumber :

·  Ganjar Kurnia. 2003. Deskripsi kesenian Jawa Barat. Dinas Kebudayaan & Pariwisata Jawa Barat, Bandung.
·  https://id.wikipedia.org/wiki/Angklung. Diakses : 12 Oktober 2015
·    http://www.pikiran-rakyat.com/node/178667. Diakses : 12 Oktober 2015